Selamat Datang di MasUn_Bio-PharmaTecholic

Proudly Presented by Mochamad Untung Kurnia Agung

Sabtu, 30 Mei 2009

Kultur Sel dalam Kultivasi Virus

KULTUR SEL DALAM KULTIVASI VIRUS

(diunduh dari http://rahma02.wordpress.com/2007/11/10/viro-kultur-sel-pertumbuhan-virus/#comment-124)

Metode Kultur Sel

Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan sel yang terinfeksi virus secara invitro.
Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung gelas atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang luas. Tekhnik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C) dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling berikatan satu dengan lainnya. Setelah beberapa hari medium yang digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sel akan habis, dan jika tidak diganti maka sel akan mengalami kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi perlakuan dengan tripsin dan atau larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal. Sel ini kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer digunakan untuk menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi virus dengan inang. Selain untuk menumbuhkan sel monolayer, beberapa tipe sel juga dapat ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel tersebut tidak menempel pada permukaan flask dan tidak menempel satu dengan lainnya, misalnya sel hibridoma yang mengsekresikan antibodi monoklonal.

Media dan Buffer

Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media kimiawi, tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung stimulan yang penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum dengan tambahan stimulan tertentu digunakan untuk beberapa tujuan. Media mengandung larutan garam isotonis, asam amino, vitamin, dan glukosa, sontohnya Eagle’s Minimal Esential Medium (MEM) yang diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain mengandung serum, MEM juga diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin dan streptomycin) untuk membantu mencegah kontaminasi bakteri. Umumnya pertumbuhan sel yang baik terjadi pada pH 7,0-7,4. Media juga ditambah fenol red sebagai indikator pH yang akan berwarna merah pada pH 7,4, orange pH 7,0, dan kuning pH 6,5, kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu pH 7,8.

Media tumbuh juga membutuhkan penyangga di antara dua kondisi, yaitu:
1) penggunaan flask terbuka menyebabkan masuknya O2 dan meningkatnya pH
2) Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya CO2 dan asam laktat menyebabkan turunnya pH.
Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan memberikan buffer ke dalam media dan ke dalam inkubator dialirkan CO2 dari luar. Buffer yang biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke dalam media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent yang digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi dengan autoclave (uap panas), hot-air oven (panas kering), membrane filtration, atau diirradiasi untuk peralatan plastik.

Pertumbuhan Virus di dalam Kultur

Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan menumbuhkan virus di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak penelitian yang dilakukan seluruhnya bersandarkan pada gen yang dikloning dan protein yang diekspresikan di luar kultur sel. Virus yang dapat tumbuh di dalam kultur dapat dipelajari lebih detail. Ketidakmampuan untuk tumbuh secara in vitro sangat membatasi kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C.

Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah peremajaannya.

Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay.

Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel.

Penggunaan Telur berembrio

Untuk beberapa virus, kultur sel bukan merupakan pilihan tepat untuk menumbuhkan virus sehingga digunakanlah fertilized embrio ayam. Fertilized embrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat mendukung pertumbuhan virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan ke dalam rongga allantoic telur. Virus kemudian menempel dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dan sel epitel. Virus kemudian menempel dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel epitel. Virus dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan selama sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan cara sama seperti ini.

Berbagai contoh virus yang dapat ditumbuhkan secara kultur dan atau melalui embrio, antara lain:
*Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur dan pada membran chorio-allantoic
*Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel manusia (jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan pada sel ginjal kera
*Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam kultur jaringan sel paru-paru embrio manusia
*Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari limfoblas manusia
*Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur berembrio

Workshop Uji Sitotoksisitas BPPT

Kabar Gembira!

Uji Sitotoksisitas merupakan bagian penting dari rangkaian pengujian bahan farmaka terhadap respon sel.

Bagi yang berminat dan pengin tahu lebih mengenai tahapan dan teknis uji ini, mungkin info ini bisa bermanfaat ^_^

Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Deputi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi menyelenggarakan Workshop Uji Sitotoksisitas menggunakan Kultur Sel Mamalia bertempat di BPPT pada tanggal 7 - 9 Juli 2009.

info lebih lanjut silahkan menghubungi : 021-3169505

atau lihat di http://www.bppt.go.id/agenda/juli

Lets join! ^_^

Jumat, 22 Mei 2009

Mendulang Obat dari Bakteri Laut

Penelitian mengenai pencarian dan pengembangan obat-obatan tradisional yang berasal dari bahan alam, baik bahan alam darat maupun laut telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak pertama kali dimulainya pada abad ke-17 silam. Pengembangan bahan alam merupakan usaha potensial untuk mendapatkan bahan kimia baru yang sulit disintesis di laboratorium dan kemungkinan sangat berguna dalam pengobatan, pertanian, dan industri.

Secara khusus, pengembangan bahan kimia alam dari laut yang merupakan bagian dari industri bioteknologi kelautan diharapkan mampu menjadi salah satu sektor unggulan di samping sembilan sektor ekonomi kelautan lainnya yang telah diproyeksikan oleh pemerintah sebagai pilar-pilar utama pembangunan ekonomi kelautan Indonesia. Lebih lanjut diinformasikan bahwa potensi industri bioteknologi kelautan Indonesia sangatlah besar yang antara lain berupa industri farmasi, kosmetika, dan bioenergi. Adapun secara potensial, nilai ekonomi total dari produk industri bioteknologi kelautan Indonesia diperkirakan dapat mencapai sebesar 82 miliar dollar AS per tahun.

Inovasi dan daya kreasi para peneliti di dunia ilmiah telah melahirkan banyak perkembangan baru dalam sains dan teknologi, termasuk di bidang bioteknologi. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian bioteknologi di Indonesia juga mulai dilakukan secara intensif terpadu dari berbagai multi disiplin ilmu. Penelitian mengenai potensi bahan bioaktif banyak dilakukan karena dimungkinkan dapat dikembangkan sebagai bahan baku obat. Adanya resistensi mikroorganisme patogen terhadap bahan antibiotik sintetis juga menjadi pemacu pencarian bahan antibiotik baru yang dapat menghambat pertumbuhan mikoorganisme patogen tersebut. Salah satunya yaitu dengan menelusuri potensi metabolit sekunder dari organisme laut yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik, termasuk senyawa antibakteri.

Sebagai makhluk hidup yang menempati enam puluh persen biomassa di planet ini, mikroba merupakan maestro yang menjadi sumber antibiotik dan obatobatan potensial lainnya yang sangat berguna bagi eksistensi kehidupan manusia. Di dalam mikroorganisme terkandung senyawa kimia hasil metabolisme yang digunakan untuk mempertahankan eksistensinya di alam. Senyawa tersebut dikenal sebagai metabolit sekunder. Metabolit sekunder tersebut dapat berpotensi sebagai antikanker, antivirus, antibakteri, antioksidan, antijamur, dan atau antiplasmodium. Bradley (1999) menambahkan bahwa mikroorganisme yang hidup berasosiasi dengan invertebrata laut mampu menghasilkan suatu senyawa yang serupa dengan senyawa yang dihasilkan oleh invertebrata laut tersebut dan kemungkinan berpotensi sebagai antibiotik.

Begitulah ketika Allah Swt memberi kesempatan kepada kita untuk mengambil manfaat dari makhluk ciptaan-Nya. Mendulang Obat dari makhluk mikroskopis, bakteri. Namun, pada akhirnya, kitalah yang mampu menjawab semua tantangan ini. Menjadi insan yang “berfikir” dan senantiasa “bersyukur” atas semua karunia-Nya.

Selamat bereksplorasi! ^_^

MasUn_Bio-PharmaTecholic

Blog ini dibuat dalam rangka menambah deret panjang komunitas Blog yang konsen di Bidang Kajian Biotechnology, khususnya Pharmacology, khususnya lagi Marine Biotechnology and Pharmacology, sesuai dengan minat sang pembuatnya.

Dipersilahkan sharing dan kasih masukan seputar main topic di atas, tapi boleh juga hal2 lain namun tetap dalam konteks kajian keilmuan (cie...cie...)

Semoga bermanfaat ^_^